Anda pernah
mendengar sebutan DAS ? ^_________^
Menurut Chay
Asdak (1995), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi
punggung-punggung gunung di mana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai
kecil ke sungai utama.
Gambar.1 Ilustrasi DAS |
DAS tersusun atas komponen biotis dan abiotis
yang di dalamnya saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang teratur.
Komponen-komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling
berhubungan satu sama lain secara langsung maupun tak langsung. Dalam DAS terdapat
suatu kesatuan ekologis yang membentuk suatu sistem bersifat tertentu sesuai
dengan komponen-komponennya
Dalam
suatu DAS terdapat daur hidrologi yang menunjukkan adanya sebuah perjalanan air
dari permukaan air laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali ke
laut yang tak pernah habis. Karakteristik hidrologi di dalamnya spesifik
berkaitan dengan pengaruh unsur utama yaitu jenis tanah, penggunaan lahan dan
topografi (morfometri DAS).
Gambar.2 Citra Posisi DAS Progo |
DAS
Progo merupakan salah satu bagian sistem hidrologi Sungai Progo yang mengalir dari
lereng Gunung Sindoro-Sumbing (Propinsi Jawa Tengah) menuju Samudera Hindia
melewati sisi tepi timur pegunungan Kulonprogo berakhir pada dataran pantai
selatan Jawa (Propinsi DIY). Secara gegrafis terletak pada posisi 110°01’51” -
110°46’30” BT dan 7°14’00” - 7°42’16” LS. DAS Progo sebelah utara berbatasan
dengan DAS Tuntang, sebelah timur hingga tenggara berbatasan dengan DAS Opak
Oyo, sebelah selatannya berbatasan dengan Samudera Hindia, dan sebelah barat
daya hingga barat berbatasan dengan DAS Bogowonto. Berdasarkan statistik yang
dilakukan oleh BPDAS Serayu Opak Progo (2009), luas DAS Progo adalah
237.741.000 Ha.
Gunung Sindoro
merupakan salah satu bagian hulu dari DAS Progo yang menentukan berlangsungnya
kehidupan bagian DAS di bawahnya. Pada bagian sisi timur lereng Gunung Sindoro
terdapat sungai musiman yang membentuk pola radial menuju alur sungai yang
lebih besar (Kali Progo, Kali Catgawen, Kali Galeh, Kali Pacar) selanjutnya
mengalir berkumpul pada badan sungai utama di bagian dataran kaki Gunung Api
Sindoro.
Bagian
Gunung Sindoro yang masuk dalam hulu DAS Progo secara administratif secara
keseluruhan merupakan bagian dari Kabupaten Temanggung. Seluas 57.142,797 Ha,
daerah ini memiliki kemiringan lereng datar-landai pada bagian dataran kaki
Gunung Sindoro hingga sangat terjal di bagian puncak Gunung Sindoro. Dipicu
oleh rerata curah hujan tahunan yang tinggi (tertinggi mencapai 2900 mm/tahun),
daerah ini memiliki sumber air yang cukup besar dan sebagian lahan yang ada subur
untuk pertanian dan perkebunan. Selain itu jenis tanah (dengan bahan induk dari
material Gunungapi Sindoro) sangat baik untuk mengalirkan air tanah sehingga
sumber mata air sangat banyak terutama pada bagian tekuk lereng.
Gambar.3 Peta Administrasi Hulu DAS Progo di Bagian Lereng Gunungapi Sindoro |
Berdasarkan
RTRW Kabupaten Temanggung tahun 2011-2031, disebutkan bahwa kawasan
Sindoro-Sumbing merupakan kawasan lindung. Kawasan lindung diartikan sebagai
wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan buatan. Sebagai kawasan strategi dari
sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, secara langsung kawasan
ini merupakan bagian dari hulu DAS sangat berperan penting untuk melindungi
bagian di bawahnya. Tentunya telah jelas pada RTRW yang telah dibuat, yaitu
terdapatnya arahan pola ruang sesuai dengan fungsi dari masing-masing kawasan.
Tidak terlepas sebagai bagian hulu DAS yang memiliki
fungsi tangkapan air (recharge area) kawasan Gunung Sindoro belum maksimal
difungsikan sebagai kawasan lindung DAS Progo. Berdasarkan hasil penelitan yang
dilakukan oleh Retno Sri Redjeki (2008) menyebutkan bahwa kawasan Gunung
Sindoro-Sumbing masih jauh dari fungsi konservasi. Hasil ini didasari oleh diketahuinya
besar laju erosi 108,12 ton/ha/th dengan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang sangat
tinggi yaitu 11,26. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh human eror, yaitu komitmen dan persepsi
mengenai arti pentingnya kawasan konservasi kurang, pemahaman masyarakat yang
membudidaya dengan tingkat kesadaran dalam pengelolaan lingkungan sehingga
lebih menjurus pada konsep pemikiran yang kurang bijaksana baik dari segi
konservasi maupun ekonomi. Ketergantungan dengan hasil hutan untuk mengurangi
tekanan ekonomi pada saat ‘gagal tembakau’ sehingga menambah rantai masalah
lingkungan kerusakan lingkungan berkelanjutan. Kebakaran hutan hingga dukungan
kebijakan dan program terpadu dari pemerintah belum menunjukkan hasil yang
nyata.
Berdasarkan
persepsi umum, fungsi dari bagaian hulu DAS sangat berkaitan erat dengan
keberadaan ‘hutan’ meskipun pada kenyataanya sebagian besar air akan tersimpan
di dalam tanah bukan di vegetasi pohon (Monitoring Air DAS). Jenis penutupan
lahan yang mampu meningkatan peyerapan air hujan secara cepat oleh tanah
memiliki kontribusi terhadap fungsi penyangga. Hal ini diartikan dengan
berkurangnya proporsi aliran permukaan dibandingkan dengan jumlah curah hujan.
Gambar.4 Lereng Gunungapi Sindoro dengan lahan sawah tadah hujan (2013). |
Hutan
yang ada di kawasan Gunung Sindoro hingga saat ini semakin berkurang.
Berdasrakan hasil survei yang dilakukan oleh penulis pada awal tahun 2013,
kawasan yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung sebagian telah berubah
menjadi area pertanian berupa tegalan dan sawah tadah hujan. Bahkan pada bagian
lereng atas sebagian telah mulai berubah dari lahan hutan menjadi kebun campur.
Masyarakat setempat memulai membuka lahan hutan dengan sedikit demi sedikit
menebang pohon yang ada di daerah batas vegetasi. Bahkan ada beberapa
sekelompok warga yang sangat berperilaku buruk dengan membakar beberapa bagian
lahan hutan. Selanjutnya lahan tersebut diolah dan ditanami beberapa macam
tanaman tegalan. Berdasarkan kegiatan petani tersebut sangat memungkinkan perluasan
lahan terbuka kedaera atasnya terjadi di lereng Gunung Sindoro.
Gambar.5 Lereng Atas Gunungapi Sindoro yang telah mengalami perubahan lahan (2013). |
Berdasarkan
pengamatan serta analisa data yang telah dilakukan, kondisi lingkungan kawasan
Gunung Sindoro masih sangat memungkinkan untuk dilakukan perbaikan. Hal ini
dilakukan berdasarkan pada proporsi nilai kerusakan lingkungan yang ada. Adanya
komitmen dari pemerintah daerah untuk mempertegas dalam kegiatan kelestarian
ingkungan. Kemudian melakukan penyadaran masyarakat setempat akan pentingnya
kelestarian lingkungan dan mengajak serta membiasakan dengan mengharuskan
masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pemberlakuan
peran serta kewajiaban masyarakat disesuaikan dengan peraturan pemerintah
terutama RTRW yang telah dibuat. Implementasi yang dilaksanakan harus didasari
dan diawali dari pendekatan ekonomi, sosial dan budaya secara komprehensif
serta perlu dipersiapkan konsep pasca kegiatan agar
mampu menggeser pola pikir yang konvensional menjadi pola pikir yang lebih maju
dan bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Chay Asdak.
Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 1995.
Retno Sri Redjeki. Kajian Pengelolaan Lingkungan Pada Kawasan Gunung Sindoro Sumbing. 2008.
Statistik dan
Informasi BPDAS SOP Tahun 2009.
RTRW Kabupaten Temanggung Tahun 2011-2031.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar