.
‘Mengupas segala realita sisi geografis dari lereng Sindoro’

landscape

landscape

Minggu, 03 Maret 2013

Sindoro sebagai Hulu DAS Progo


Anda pernah mendengar sebutan DAS ? ^_________^
Menurut Chay Asdak (1995), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung di mana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. 

Gambar.1 Ilustrasi DAS
DAS tersusun atas komponen biotis dan abiotis yang di dalamnya saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang teratur. Komponen-komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berhubungan satu sama lain secara langsung maupun tak langsung. Dalam DAS terdapat suatu kesatuan ekologis yang membentuk suatu sistem bersifat tertentu sesuai dengan komponen-komponennya

Dalam suatu DAS terdapat daur hidrologi yang menunjukkan adanya sebuah perjalanan air dari permukaan air laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali ke laut yang tak pernah habis. Karakteristik hidrologi di dalamnya spesifik berkaitan dengan pengaruh unsur utama yaitu jenis tanah, penggunaan lahan dan topografi (morfometri DAS).

Gambar.2 Citra Posisi DAS Progo

DAS Progo merupakan salah satu bagian sistem hidrologi Sungai Progo yang mengalir dari lereng Gunung Sindoro-Sumbing (Propinsi Jawa Tengah) menuju Samudera Hindia melewati sisi tepi timur pegunungan Kulonprogo berakhir pada dataran pantai selatan Jawa (Propinsi DIY). Secara gegrafis terletak pada posisi 110°01’51” - 110°46’30” BT dan 7°14’00” - 7°42’16” LS. DAS Progo sebelah utara berbatasan dengan DAS Tuntang, sebelah timur hingga tenggara berbatasan dengan DAS Opak Oyo, sebelah selatannya berbatasan dengan Samudera Hindia, dan sebelah barat daya hingga barat berbatasan dengan DAS Bogowonto. Berdasarkan statistik yang dilakukan oleh BPDAS Serayu Opak Progo (2009), luas DAS Progo adalah 237.741.000 Ha.  


Gunung Sindoro merupakan salah satu bagian hulu dari DAS Progo yang menentukan berlangsungnya kehidupan bagian DAS di bawahnya. Pada bagian sisi timur lereng Gunung Sindoro terdapat sungai musiman yang membentuk pola radial menuju alur sungai yang lebih besar (Kali Progo, Kali Catgawen, Kali Galeh, Kali Pacar) selanjutnya mengalir berkumpul pada badan sungai utama di bagian dataran kaki Gunung Api Sindoro.


Bagian Gunung Sindoro yang masuk dalam hulu DAS Progo secara administratif secara keseluruhan merupakan bagian dari Kabupaten Temanggung. Seluas 57.142,797 Ha, daerah ini memiliki kemiringan lereng datar-landai pada bagian dataran kaki Gunung Sindoro hingga sangat terjal di bagian puncak Gunung Sindoro. Dipicu oleh rerata curah hujan tahunan yang tinggi (tertinggi mencapai 2900 mm/tahun), daerah ini memiliki sumber air yang cukup besar dan sebagian lahan yang ada subur untuk pertanian dan perkebunan. Selain itu jenis tanah (dengan bahan induk dari material Gunungapi Sindoro) sangat baik untuk mengalirkan air tanah sehingga sumber mata air sangat banyak terutama pada bagian tekuk lereng.

Gambar.3 Peta Administrasi Hulu DAS Progo di Bagian Lereng Gunungapi Sindoro







Berdasarkan RTRW Kabupaten Temanggung tahun 2011-2031, disebutkan bahwa kawasan Sindoro-Sumbing merupakan kawasan lindung. Kawasan lindung diartikan sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan buatan. Sebagai kawasan strategi dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, secara langsung kawasan ini merupakan bagian dari hulu DAS sangat berperan penting untuk melindungi bagian di bawahnya. Tentunya telah jelas pada RTRW yang telah dibuat, yaitu terdapatnya arahan pola ruang sesuai dengan fungsi dari masing-masing kawasan.

Tidak terlepas sebagai bagian hulu DAS yang memiliki fungsi tangkapan air (recharge area) kawasan Gunung Sindoro belum maksimal difungsikan sebagai kawasan lindung DAS Progo. Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Retno Sri Redjeki (2008) menyebutkan bahwa kawasan Gunung Sindoro-Sumbing masih jauh dari fungsi konservasi. Hasil ini didasari oleh diketahuinya besar laju erosi 108,12 ton/ha/th dengan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang sangat tinggi yaitu 11,26. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh human eror, yaitu komitmen dan persepsi mengenai arti pentingnya kawasan konservasi kurang, pemahaman masyarakat yang membudidaya dengan tingkat kesadaran dalam pengelolaan lingkungan sehingga lebih menjurus pada konsep pemikiran yang kurang bijaksana baik dari segi konservasi maupun ekonomi. Ketergantungan dengan hasil hutan untuk mengurangi tekanan ekonomi pada saat ‘gagal tembakau’ sehingga menambah rantai masalah lingkungan kerusakan lingkungan berkelanjutan. Kebakaran hutan hingga dukungan kebijakan dan program terpadu dari pemerintah belum menunjukkan hasil yang nyata.

Berdasarkan persepsi umum, fungsi dari bagaian hulu DAS sangat berkaitan erat dengan keberadaan ‘hutan’ meskipun pada kenyataanya sebagian besar air akan tersimpan di dalam tanah bukan di vegetasi pohon (Monitoring Air DAS). Jenis penutupan lahan yang mampu meningkatan peyerapan air hujan secara cepat oleh tanah memiliki kontribusi terhadap fungsi penyangga. Hal ini diartikan dengan berkurangnya proporsi aliran permukaan dibandingkan dengan jumlah curah hujan.

Gambar.4 Poto Lereng Gunungapi Sindoro dengan lahan
Gambar.4 Lereng Gunungapi Sindoro dengan lahan sawah tadah hujan (2013).
Hutan yang ada di kawasan Gunung Sindoro hingga saat ini semakin berkurang. Berdasrakan hasil survei yang dilakukan oleh penulis pada awal tahun 2013, kawasan yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung sebagian telah berubah menjadi area pertanian berupa tegalan dan sawah tadah hujan. Bahkan pada bagian lereng atas sebagian telah mulai berubah dari lahan hutan menjadi kebun campur. Masyarakat setempat memulai membuka lahan hutan dengan sedikit demi sedikit menebang pohon yang ada di daerah batas vegetasi. Bahkan ada beberapa sekelompok warga yang sangat berperilaku buruk dengan membakar beberapa bagian lahan hutan. Selanjutnya lahan tersebut diolah dan ditanami beberapa macam tanaman tegalan. Berdasarkan kegiatan petani tersebut sangat memungkinkan perluasan lahan terbuka kedaera atasnya terjadi di lereng Gunung Sindoro.

Gambar.5 Lereng Atas Gunungapi Sindoro yang telah mengalami perubahan lahan (2013).
Berdasarkan pengamatan serta analisa data yang telah dilakukan, kondisi lingkungan kawasan Gunung Sindoro masih sangat memungkinkan untuk dilakukan perbaikan. Hal ini dilakukan berdasarkan pada proporsi nilai kerusakan lingkungan yang ada. Adanya komitmen dari pemerintah daerah untuk mempertegas dalam kegiatan kelestarian ingkungan. Kemudian melakukan penyadaran masyarakat setempat akan pentingnya kelestarian lingkungan dan mengajak serta membiasakan dengan mengharuskan masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pemberlakuan peran serta kewajiaban masyarakat disesuaikan dengan peraturan pemerintah terutama RTRW yang telah dibuat. Implementasi yang dilaksanakan harus didasari dan diawali dari pendekatan ekonomi, sosial dan budaya secara komprehensif serta perlu dipersiapkan konsep pasca kegiatan agar mampu menggeser pola pikir yang konvensional menjadi pola pikir yang lebih maju dan bijaksana.
 
 DAFTAR PUSTAKA
Chay Asdak. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 1995.
Retno Sri Redjeki. Kajian Pengelolaan Lingkungan Pada Kawasan Gunung Sindoro Sumbing. 2008.
Statistik dan Informasi BPDAS SOP Tahun 2009.
RTRW Kabupaten Temanggung Tahun 2011-2031.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar