Kedamaian
yang tersungkur di balik sisi kota dan nafsu yang terpenjara seakan mengolah
laut menjadi gumpalan-gumpalan air yang beriak nista.
Lalu
aku diam menjadi kaum khayalan yang melukai sinar bintang, karena malam ini jauh
dengan sang bulan.
Lalu
apakah kenistaan yang terpenjara mampu melukai dan menyayat rimbunan jati,
mengoyak daunnya, menggugurkan satu persatu kenangan.
Dan
suatu saat nona, anda tau langit bisa menjadi merah, menggelap, terang dan
kelabu hitam sesukanya. Mencari peneduh di balik lamunan.
Senja
yang bicara peradaban, apakah mampu mengosongkan benih-benih cinta yang tak
jelas arah labuhnya, benih-benih kasih Tuhan yang tak tersampaikan.
Dan
suatu saat nona, birahi sang alam meronta di balik kejujuran yang tergadai.
Dan
suatu saat nona, anda mengerti mengapa kecoak-kecoak tumbuh dengan menggendong
bayinya, menceritakan kelam kehidupan yang teronggok di sudut kota.
Dan
suatu saat nona, berlian yang kau minta tak mampu menyinari keruhnya sungaimu,
yang penuh dengan belatung kelaparan, penuh dengan mayat yang mati berjuang.
Dan
suatu saat nona, kejernihan fikirku, kesucian hatiku, luka memar dipundakku
karena pikulan tanggungjawab yang semakin berat, tak mampu membalikkan
cakrawala.
MENGAPA
Mengapa
nona, andai engkau bidadari akan kupinta pada Tuhan agar kau mengajakku
terbang, satu persatu mereka yang terlelap akan kusaksikan dari kejauhan.
Dan
suatu saat nona, mereka terbunuh sepi bersama alunan jangkrik di sawah pamanku,
yang tak lagi luas seperti dulu, yang tak lagi berwarna kejayaan, yang kini
hanya sebagai hiasan buritan rumah.
Dan
suatu saat nona, aku yang menyayangimu, akan menusuk di ulu hatimu, hingga kau
pun tau kemunafikanku dan aku tertawa bersama Tuhan, bersama bidadari, bersama
malaikat.
Namun
percayalah aku menyayangimu, meski hujan yang turun adalah darah.
Namun
percayalah aku menyayangimu, meski halilintar yang menyambar adalah luapan
emosi dari langit untukmu nona.
Dan
percayalah nona,
Percayalah
Suatu
saat.
Tulisan
ini berjudul “Dan Suatu Saat Nona” untuk kamu :-)
Jogjakarta,
29 Mei 2014
... ...
Aku berjanji
Tulangmu, dan semua yang pernah menempel di tubuhku akan kujaga
Kawan mengertilah, hari ini aku menangis menyerukan janji-janji
Aku menangis kawan
Aku menangis kawan
Dan air mataku menjadi lukisan
Kenangan
Dan kenangan
Kenangan
Dan kenangan
Yogyakarta, 29 Mei 2014
-Bayu Yanuar Wijaya-
-Bayu Yanuar Wijaya-
Bingkaiku untuk mengabadikan tulisan darimu pada sebuah keabstrakan yang dipenuhi dengan kesemuan dan misteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar