.
‘Mengupas segala realita sisi geografis dari lereng Sindoro’

landscape

landscape

Sabtu, 30 Agustus 2014

Orang Kreatif Akan Memberikan yang Terbaik untuk Orang di Sekelilingnya



Kedamaian yang tersungkur di balik sisi kota dan nafsu yang terpenjara seakan mengolah laut menjadi gumpalan-gumpalan air yang beriak nista.
Lalu aku diam menjadi kaum khayalan yang melukai sinar bintang, karena malam ini jauh dengan sang bulan.
Lalu apakah kenistaan yang terpenjara mampu melukai dan menyayat rimbunan jati, mengoyak daunnya, menggugurkan satu persatu kenangan.
Dan suatu saat nona, anda tau langit bisa menjadi merah, menggelap, terang dan kelabu hitam sesukanya. Mencari peneduh di balik lamunan.
Senja yang bicara peradaban, apakah mampu mengosongkan benih-benih cinta yang tak jelas arah labuhnya, benih-benih kasih Tuhan yang tak tersampaikan.
Dan suatu saat nona, birahi sang alam meronta di balik kejujuran yang tergadai.
Dan suatu saat nona, anda mengerti mengapa kecoak-kecoak tumbuh dengan menggendong bayinya, menceritakan kelam kehidupan yang teronggok di sudut kota.
Dan suatu saat nona, berlian yang kau minta tak mampu menyinari keruhnya sungaimu, yang penuh dengan belatung kelaparan, penuh dengan mayat yang mati berjuang.
Dan suatu saat nona, kejernihan fikirku, kesucian hatiku, luka memar dipundakku karena pikulan tanggungjawab yang semakin berat, tak mampu membalikkan cakrawala.
MENGAPA
Mengapa nona, andai engkau bidadari akan kupinta pada Tuhan agar kau mengajakku terbang, satu persatu mereka yang terlelap akan kusaksikan dari kejauhan.
Dan suatu saat nona, mereka terbunuh sepi bersama alunan jangkrik di sawah pamanku, yang tak lagi luas seperti dulu, yang tak lagi berwarna kejayaan, yang kini hanya sebagai hiasan buritan rumah.
Dan suatu saat nona, aku yang menyayangimu, akan menusuk di ulu hatimu, hingga kau pun tau kemunafikanku dan aku tertawa bersama Tuhan, bersama bidadari, bersama malaikat.
Namun percayalah aku menyayangimu, meski hujan yang turun adalah darah.
Namun percayalah aku menyayangimu, meski halilintar yang menyambar adalah luapan emosi dari langit untukmu nona.
Dan percayalah nona,
Percayalah
Suatu saat.
Tulisan ini berjudul “Dan Suatu Saat Nona” untuk kamu :-)
Jogjakarta, 29 Mei 2014
... ...
Aku berjanji
Tulangmu, dan semua yang pernah menempel di tubuhku akan kujaga
Kawan mengertilah, hari ini aku menangis menyerukan janji-janji
Aku menangis kawan
Dan air mataku menjadi lukisan
Kenangan
Dan kenangan
Yogyakarta, 29 Mei 2014


-Bayu Yanuar Wijaya-


Bingkaiku untuk mengabadikan tulisan darimu pada sebuah keabstrakan yang dipenuhi dengan kesemuan dan misteri.

Kamis, 12 Juni 2014

SPOORWEG OP TEMANGGOENG (Bagian I)

Secercah Hingar Bingar Jalur Kereta Api Masa Lalu


Berawal kali pertama mengenal kereta api dari salah satu buku perpustakaan tempat mengajar Bapak saya. Waktu itu sempat terbesit, “seandainya Temanggung dilintasi kereta api”. Besi yang panjang, besar, hitam, asap mengepul, topi masinis dan jendela-jendela kecil yang menempel di setiap gerbong adalah apa yang ada di benak saya tentang kereta api. Masa kecil juga mengajak saya berandai-andai, jika di Temanggung ada rel bisa naik kereta api ke rumah nenek di Tasik nun jauh dan berkelok-kelok itu. Tanpa bosan, tanpa panas desak-desakkan, tanpa pusing mual, tanpa tikukkan perut akibat pedal rem terinjak berkali-kali seperti halnya ketika naik bus yang sering membuat saya seperti terserang alergi mabok darat secara tiba-tiba.
Saya ingat betul, ketika duduk di bangku SMP sepulang kursus bahasa Inggris di Parakan. Sering kali dengan teman saya berjalan memutar menuju pertigaan Tugu Putih Galeh dari Pasar Kayu melewati Pasar Entho. Tepat setelah melewati Pasar Entho pasti saya menengok pada sebuah bangunan tua di tepi jalan.
“Cerita Abah itu bekas stasiun kereta api.”
 Selorohku sambil menarik lengan teman saya meghampirinya. Sempat berusaha melongok ke dalam, mengintip melalui jendela sempit yang terbuka. Nampak sepi dan gelap, teras belakang dipenuhi dengan barang-barang yang tidak jelas entah milik siapa. Keyakinan saya waktu itu adalah bangunan ini memberikan petunjuk bahwa di Temanggung ada kereta api bahkan sejak para blonde-blonde Belanda berjaya di kota ini.
“Kalo kita jalan terus mengikuti rel ini, kita akan sampai di jembatan rel yang sangat panjang di atas kali itu dik.”
Celoteh temanku waktu itu. Aku hanya bersungut tak percaya dengan memendam penasaran jauh-jauh.
 

Gambar1. Eks Stasiun Parakan tahun 2014, yang kami lewati setelah pasar Entho menuju pertigaan Tugu Putih Galeh. (dokumentasi pribadi)
 

Jumat, 14 Februari 2014

"Saudaraku, Tetap Waspada di Tengah Kedamaian Sindoro"

Pagi, 14 februari 2014, abu volkanik dari Kelud telah terhempas sampai di kota kita. Ya, kota kita…  Berdasarkan analisis BMKG, abu dan pasir letusan Gunung Kelud pada lapisan 1.500 meter terbawa ke arah Timur Laut, pada lapisan 5.000 meter ke arah Barat Laut dan pada 9.000 meter ke arah barat  (Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya kepada Tribunnews.com. Jumat, 14 Februari 2014 10:44 WIB). Material abu dan pasir tersebut melayang-layang di atmosfer dan menyebar di daerah yang jauh dari Gunung Kelud. Wilayah barat lebih banyak terjadi hujan abu dan pasir seperti di Pacitan, Ponorogo, Wonogiri, Bantul, Yogyakarta, Sleman, Kulonprogo, Purworejo, Kebumen, Solo, Boyolali, Salatiga, Temanggung. Sedangkan di bagian timur hujan abu hingga Malang, Surabaya, Banyuwangi dan Ampenan NTB. 
Tak ada yang bisa memungkiri kejadian alam seperti ini, terutama bagi kita yang tinggal di Ring of Fire Zone. Sebuah aktifitas volkanik sebagai bentuk dari siklus ekologis haruslah kita sadari bagaimana perilaku maupun proses yang ada di dalamnya serta dampak dari semua itu. Foto di bawah adalah salah satu dari akibat letusan Gunung Kelud tersebut. Foto ini diambil hanya dari halaman tengah kos saya (red-penulis) di kota Yogyakarta. Kurang lebih sekitar 240km dari Gunung Kelud yang berda di Jawa Timur. Lokasi gambar bagian atas terimbuni oleh pohon belimbing dan mangga tetap terselimuti hingga ketebalan mencapai 1cm. Foto bagian bawah adalah keadaan rumah penduduk di sekitar Kali Code yang tertutup abu volkan hingga 2-3cm. Saat mengambil gambar cuaca mendung dan hujan abu sudah tidak terjadi lagi. Tetapi angin berhembus kencang sehingga membuat jarak pandang semakin dekat dan aktifitas warga belum normal sepenuhnya.
 
 
 

Gunung Kelud berdasarkan sejarah adalah volkan yang terbentuk dari proses subdaksi Indo-Australia dengan Eurasia. Begitu pula dengan sederetan gunung berapi yang berada di Jawa termasuk di dalamnya Sindoro dan Sumbing, teman hidupnya. Mereka sama-sama memiliki sejarah letusan, cerita masa lalu ketika mereka aktif berkegiatan volkanik. Sehingga bukan menjadi ‘juara’ jika Sindoro Sumbing selamanya memiliki predikat kawasan aman dari letusan. Memang saat ini kita hidup ketika kedua gunung tersebut mengalami fase yang tidak menunjukan kegiatan dalam waktu lama (dorman). Tetapi sewaktu-waktu masih memungkinkan untuk meletus. Hal ini dibuktikan Gunung Sindoro terakhir mengalami letusan pada tahun 1971 dengan skala ringan. Potensi terjadi letusan masih mungkin dan bersifat eksplosif karena dapur magma telah tertutup lapisan tanah dan bebatuan gunung. Selang bulan november 2011 dan sekitar Maret 2012 kembali menunjukkan aktifitasnya dengan adanya semburan asap solfatara di beberapa tempat pada dinding dan dasar kawah utama (Sejarah Letusan Gunung Sindoro, wikipedia.org).
“Gunung Sindoro yang juga berada di Jawa Tengah sampai saat ini masih aktif. Hanya, tingkat aktivitasnya tidak seperti Merapi dan belum terdeteksi adanya pergerakan magma. Namun, beberapa waktu lalu sempat muncul asap sulfatara. Tetapi hanya sebatas itu saja,” ujar Subandriyo. “Saat ini juga masih diteliti kenapa aktivitas Sindoro tidak sampai erupsi." Sambungnya (Kepala BPPTKG Yogyakarta kepada tempo.co). 
Dari sinilah, sebagai penduduk yang berada di sekitar Sindoro Sumbing, marilah kita hidup sewajarnya dan tetap waspada dalam keadaan apapun. Kita hidup tidak jauh dari tubuh kedua gunung tersebut. Bahkan bisa dikatakan sangat dekat bahkan sebagian dari kita melakukan cocok tanam hingga ke kawasan lereng atas gunung untuk menanam tembakau. Sebagai warga tentunya tidak ada salahnya jika kita mngetahui perilaku maupun dampak positif dan negatif dengan adanya kedua gunung yang kita tempati ini. Sedikit pengetahuan saja dampak positif dengan adanya gunungapi adalah: 
1.   Sumberdaya alam seperti panas bumi, sebagai sumber listrik dari proses hidrotermal yang tengah dikembangkan di Dieng.
2.   Lahan subur, akibat dari abu volkan maupun material lainnya mengandung unsur hara yang baik untuk regenerasi tanah.
3.   Recharge area dan pembagi hujan di daerah sekitarnya, dimana sebagai kawasan penangkapan air tanah untuk sekitar kaki gunung sindoro maupun sumbing.
4. Bentanglahan gunungapi Sindoro Sumbing yang eksotis sudah barang tentu semua khalayak umum mengetahuinya. 
Tentu saja dari semua itu gunungapi juga memiliki dampak negatif yaitu berupa letusan. Erupsi akan mengeluarkan material-material yang berbahaya bagi manusia serta bekas erupsi dalam jangka panjang adakalanya memberikan dampak buruk berupa longsoran material atau banjir lahar dingin ketika diterpa hujan. Selain itu letusan gunungapi akan memberikan dampak negatif secara fisik maupun psikis bagi penduduk yang ada di sekitarnya. Seperti halnya dampak Gunung Kelud yang kita juga merasakan sepenuhnya sekarang ini. Sosialisasi ancaman bencana dan tanggap darurat bagi penduduk di sekitar gunungapi terutama Gunung Sindoro Sumbing sangatlah perlu dilakukan. Dan tak kalah penting peningkatan kewaspadaan warga yang ada di sekitarnya. Mengingat Sindoro dan Sumbing adalah salah satu gunung aktif yang sedang 'tertidur'.

Selasa, 11 Februari 2014

Secuil Ulasan Morfologi Lereng Timur Gunungapi Sindoro (Bagian Hulu Progo)


Tulisan ini hanya mengulas ringkas tentang kondisi fisik Gunung Sindoro yang tercakup sebagai hulu Progo. Alasan praktis, Sindoro merupakan salah satu bagian dari hulu DAS Progo sehingga menjadikan daerah intim bagi kelangsungan hidup sepanjang aliran Progo. Tulisan ini hanyalah salah satu wujud dari seonggok perhatian untuk Sindoro dengan segala realita kehidupan yang ada didalamnya. Mengingat bagian tubuhnya merupakan penyangga kehidupan bagian bawahnya.

Secara administrasi bagian hulu DAS Progo berada di Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah, dengan posisi 389197 – 412641 mT dan 9184170 – 9204580 mU. Atau secara geografis terletak di 7011’42” – 7022’46” LS dan 109059’44” – 110012’31” BT. Bagian timur, Sindoro memiliki rangkaian sungai-sungai tahunan yang dibatasi oleh igir-igir dengan membentuk sebuah cekungan tangkapan air yang mengalir hingga Samudera Hindia. Bagian ini dikenal dengan DAS Progo Hulu.
Sungai-sungai besar tahunan yang mengalir ke dalam sungai utama Progo yang berasal dari lereng Sindoro diantaranya adalah Kali Progo dan Kali Galeh. Keduanya bersumber dari sungai-sungai musiman lereng Sindoro yang secara fisik badan sungai bagian hulu berbentuk mengerucut pada bagian dasarnya (V). Pengikisan bagian sisi tubuh sungai terjadi secara intensif sehingga mengakibatkan sungai semakin curam dan dalam. Semakin ke bawah badan sungai nampak lebih lebar dengan bagian dasar sungai datar membentuk persegi. Sebaran sungai membentuk pola radial sentrifugal. Hal ini akibat dari bentuklahan yeng dipengaruhi oleh proses volkanik.

Secara morfologi mintakat tengah Jawa Tengah terdapat jalur volkan kuarter yang terdiri dari sederatan gunungapi aktif, salah satunya adalah Sindoro. Sebagai puncak volkan muda kuarter yang menutupi zona depresi bagian tengah Jawa Tengah material hasil erupsi lampau masih dapat ditemukan dengan mudah berupa lapilli maupun bom. Berdasarkan laporan penelitian dari Alhakim (2013) Gunung Sindoro (bagian hulu DAS Progo) memiliki empat bagian ‘landform’ berdasarkan klas kemiringan lereng menurut Van Zuidam dan Cancelado (1979). Bagian Dataran Kaki Gunungapi Sindoro dapat dengan mudah diamati karena daerah ini ditandai dengan region nampak nyaris datar dengan kemiringan antara 2%-8%. Nampak hamparan padi menghijau di petak-petak sawah saat musim penghujan, dan identik kuning menyengat saat musim panen tiba. Suasana seperti ini biasanya menyelimuti sebagian Kecamatan Ngadirejo, Parakan hingga Temanggung kota yang saling dihubungkan dengan permukiman penduduk yang berkembang pesat dengan segala aspek dinamika di dalamnya.


Bagian kedua bertopografi berombak dengan poisisi berada di bagian atas dari daerah topografi landai sebagai bentuklahan kaki gunungapi. Lereng yang ada memiliki kemiringan 8% hingga 15% didominasi dengan lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan dn sebagian kecil berupa tegalan. Masuk dalam wilayah sebagian Kecamatan Ngadirejo, Bansari dan sebagian dari parakan, candiroto bagian timur dan sedikit bagian Kledung yang berada di kawasan Dataran Antara Sindoro-Sumbing. Selanjutnya adalah bagian lereng gunungapi dengan mintakat relief miring hingga terjal ini didominasi dengan tegalan dan sawah tadah hujan yang aktif digunakan pertanian tahunan yaitu tembakau dan palawija. Lereng dengan kemiringan antara 15%-45% mengakibatkan morfologi sungai kebanyakan sempit dengan bagaian dasar sungai berbentuk ‘V’. Kemiringan badan sungai yang ada biasanya curam dan sangat sensitif mengalami pergerakan massa (mass movement) (Alhakim, 2013). 

Bagian terakhir bertopografi bergunung dengan kemiringan lereng hampir keseluruhan memiliki bidang miring lebih dari 45% sebagai puncak gunungapi. Di dalamnya didominasi dengan lahan belukar, rumput dan lahan terbuka berisi material volkan. Mintakat ini sebagian aliran sungai mulai menghilang atau dapat dikatakan sebagai ujungnya hulu sungai. Banyak aliran sungai yang pada saat tidak mengalirkan air menjadi aliran kering yang memang terbentuk dari aliran lahar. Aliran sungai semakin menyempit dengan morfologi terjal hingga sangat terjal sehingga sangat berpotensi mengalami pergerakan massa tanah maupun batuan.
Para pembaca yang budiman pernahkah anda mendaki sindoro via Desa Katekan (Kecamatan Ngadirejo)?? Anda dapat mencoba berpetualang dan bergumul dengan keindahannya sekaligus mencermati badan Sindoro dengan morfologi hulu DAS Progo seperti yang saya ulas di atas. Tertarik dan merasa tertantang?? perlu dicoba ^____^



Pustaka:

Alhakim, E.E. 2013. Pengaruh Kestabilan Lereng terhadap Kerentanan Gerakan Massa Tanah di Sub DAS Progo Hulu Kabupaten Temanggung. UGM Yogyakarta.
Van Bemmelen, R.W. 1968. Geologi Indonesia. Tjepat Yogyakarta.